Menumbuhkan Generasi Berkarakter: Refleksi Hari Pramuka dan Jalan Menuju Indonesia Emas 2045
Diterbitkan pada 22 October 2025

Oleh:
Hamzah Nur Aziz (Pengurus MD KAHMI Trenggalek)
Hari pramuka merupakan salah satu momen penting bangsa Indonesia yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus dengan identitas tertentu, yaitu seragam coklat, kacu merah putih, dan hasduk sebagi pengikatnya. Tetapi kebanyakan orang menganggap kalau Hari Pramuka hanyalah agenda tahunan saja. Jika kita sadari, Hari Pramuka adalah momen refleksi—apakah generasi muda saat ini sudah siap menjadi aktor masa depan untuk mengisi posisi strategis dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Visi bangsa Indonesia pada perayaan 100 tahun kemerdekan Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI) bukanlah perkara kecil dan instan. Karena untuk menjadi negara maju yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat, serta menjadikan masyarakat yang sejahtera, dan lingkungan yang kondusif, harus berfokus pada modal sosial yang mengutamakan manusia yang unggul. Keutamaan manusia yang unggul ini adalah para pemuda yang cerdas, berkarakter, dan memiliki empati sosial.
Pramuka Bukan Hanya Sekedar Kegiatan Lapangan
Bagi sebagian anak, belajar morse dan kegiatan membuat yel-yel mungkin terdengan membosankan. Namun nilai yang dibawa pramuka justru semakin relevan dengan perkembangan zaman. Karena di pramukan kita bisa belajar tentang kemandirian, kedisiplinan, gotong royong, dan rasa tanggung jawab. Kemampuan ini tidak mungkin bisa didapatkan di ruang kelas. Maka kegaiatan pramuka merupakan alternatif untama untuk mengasah soft skills atau keterampilan di luar ruang kelas.
Keterampilan ini krusial, karena menurut World Economic Forum (2023) mengatakan bahwa kebanyakan keterampilan kerja di masa depan berkaitan langsung dengan kemampuan berpikir kritis, kreatifitas, inovatif, dan kolaboratif. Jika keterampilan ini dipadukan dengan fasilitas abad milenium, seperti literasi digital, kreativitas, dan kepemimpinan adaptif, mungkin kegiatan pramuka bisa menjadi kawah candra dimuka dalam membentuk generasi pemimpin yang siap bersaing di kancah global. Hal demikian seperti yang pernah diungkapkan Baden Powell, pendiri gerakan Pramuka dunia “The spirit is there every boy, it has to be discovered and brought to light”, dengan kata lain, setiap anak memiliki potensi kepemimpinan yang harus diasah.
Peluang Bonus Demografi
Dewasa ini, Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif. Data BPS (2024) menunjukan 70% penduduk Indonesia berada di usia produktif dengan kisaran umur 15-64 tahun. Posisi ini adalah keberkahan sekaligus dilemma. Kondisi ini bisa menjadi mesin kemajuan asalkan generasi muda mendapatkan pembinaan yang tepat, atau justru menjadi kemunduran seperti negara Brazil dan Afrika Selatan yang gagal dalam mendidik generasi muda yang produktif dan inovatif.
Untuk memepersiapakan generasi unggul, pendidikan karakter sangat penting. Upaya ini sebagai pengejawantahan dalam membentuk karakter yang kuat dan kreatif. Jika gagal, maka yang tercipta adalah meningkatnya jumlah pengangguran, masalah sosial, dan degradasi lingkungan. Disinilah pramuka bisa mengambil peran sebagai ruang strategis. Pramuka dapat mengkombinasikan kegiatannya yang semula hanya baris berbaris dan bernyanyi, menjadi kegaiatan yang relevan dengan konteks kekinian, seperti pelatiahan kewirausahaan, literasi digital, literasi keungan, dan literasi filsafat lingkugan.
Menghubungkan Pramuka dengan SDGs
Banyak nilai dalam kegiatan pramuka yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goalls (SDGs). Keselaran itu terdapat pada SDGs poin ke-4 (Pendidikan Berkualitas), poin ke-8 (Pekerjaan Layak), poin ke-13 (Aksi Iklim), dan poin ke-16 (Perdamaian dan Keadilan).
Dari ke empat poin tersebut pramuka dapat bergerak dalam bidang pendidikan non-formal yang membentuk keterampilah hidup, mendorong kemandirian ekonomi melalui keterampilan praktis, mengajak anggota terlibat dalam aksi lingkungan dan anti-intoleransi, Dengan fokus pada empat poin SDGs itu, pramuka bisa berkontribusi tidak hanya di kancah nasional saja, tetapi juga bisa berkontibusi nyata di panggung global.
Relevansi Pramuka di Dunia Digital
Generasi saat ini, generasi Z dan Alpha hidup di dua dunia sekaligus—offline dan online. Menurut data asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2024) mencatat penetrasi internet Indonesia mencapai 79,5% populasi. Maksudnya adalah pembinaan generasi muda tak bisa lepas dari ekosistem digital. Seperti kata Najwa Shihah “kalau ingin berbicara pada generasi muda, masuklah ke ruang yang mereka huni”.
Pramuka harus beradaptasi dengan perubahan zaman. Pramuka bisa memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan kegiatan secara online, misalnya lomba pioneering disiarkan secara daring, kampanye linkungan dibuat konten kreatif di media sosial, dan pelatihan keterampilan di akses melalui platform digital. Langkah ini membuat pramuka tetap keren dan diminati oleh generasi muda.
Dengan demikian, Hari Pramuka bukan hanya sebatas seremonial saja, tetapi refleksi—apakah kita sudah menyiapkan generasi yang unggul untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Tantangan yang variatif, baik dari manusia, mesin, bahkan artificial intelegent. Maka tunas muda harus dibentuk menjadi pemimpin, baik memipimpin diri sendiri maupun kelompok yang bisa menjaga integritas, peduli lingkungan, dan mengutamakan kepentingan bangsa.
Seperti perkataan Baden Powell, dimasa akhirnya ia berpesan “Leave this world a little better than you found it”. Meninggalkan dunia yang kecil ini lebih baik daripada menemukannya. Dengan demikian, meninggalkan Indoensia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera pada tahun 2024 adalah tindakan filosofis dan ideologis bangsa Indoensia.
Hamzah Nur Aziz (Pengurus MD KAHMI Trenggalek)
Hari pramuka merupakan salah satu momen penting bangsa Indonesia yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus dengan identitas tertentu, yaitu seragam coklat, kacu merah putih, dan hasduk sebagi pengikatnya. Tetapi kebanyakan orang menganggap kalau Hari Pramuka hanyalah agenda tahunan saja. Jika kita sadari, Hari Pramuka adalah momen refleksi—apakah generasi muda saat ini sudah siap menjadi aktor masa depan untuk mengisi posisi strategis dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Visi bangsa Indonesia pada perayaan 100 tahun kemerdekan Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI) bukanlah perkara kecil dan instan. Karena untuk menjadi negara maju yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat, serta menjadikan masyarakat yang sejahtera, dan lingkungan yang kondusif, harus berfokus pada modal sosial yang mengutamakan manusia yang unggul. Keutamaan manusia yang unggul ini adalah para pemuda yang cerdas, berkarakter, dan memiliki empati sosial.
Pramuka Bukan Hanya Sekedar Kegiatan Lapangan
Bagi sebagian anak, belajar morse dan kegiatan membuat yel-yel mungkin terdengan membosankan. Namun nilai yang dibawa pramuka justru semakin relevan dengan perkembangan zaman. Karena di pramukan kita bisa belajar tentang kemandirian, kedisiplinan, gotong royong, dan rasa tanggung jawab. Kemampuan ini tidak mungkin bisa didapatkan di ruang kelas. Maka kegaiatan pramuka merupakan alternatif untama untuk mengasah soft skills atau keterampilan di luar ruang kelas.
Keterampilan ini krusial, karena menurut World Economic Forum (2023) mengatakan bahwa kebanyakan keterampilan kerja di masa depan berkaitan langsung dengan kemampuan berpikir kritis, kreatifitas, inovatif, dan kolaboratif. Jika keterampilan ini dipadukan dengan fasilitas abad milenium, seperti literasi digital, kreativitas, dan kepemimpinan adaptif, mungkin kegiatan pramuka bisa menjadi kawah candra dimuka dalam membentuk generasi pemimpin yang siap bersaing di kancah global. Hal demikian seperti yang pernah diungkapkan Baden Powell, pendiri gerakan Pramuka dunia “The spirit is there every boy, it has to be discovered and brought to light”, dengan kata lain, setiap anak memiliki potensi kepemimpinan yang harus diasah.
Peluang Bonus Demografi
Dewasa ini, Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif. Data BPS (2024) menunjukan 70% penduduk Indonesia berada di usia produktif dengan kisaran umur 15-64 tahun. Posisi ini adalah keberkahan sekaligus dilemma. Kondisi ini bisa menjadi mesin kemajuan asalkan generasi muda mendapatkan pembinaan yang tepat, atau justru menjadi kemunduran seperti negara Brazil dan Afrika Selatan yang gagal dalam mendidik generasi muda yang produktif dan inovatif.
Untuk memepersiapakan generasi unggul, pendidikan karakter sangat penting. Upaya ini sebagai pengejawantahan dalam membentuk karakter yang kuat dan kreatif. Jika gagal, maka yang tercipta adalah meningkatnya jumlah pengangguran, masalah sosial, dan degradasi lingkungan. Disinilah pramuka bisa mengambil peran sebagai ruang strategis. Pramuka dapat mengkombinasikan kegiatannya yang semula hanya baris berbaris dan bernyanyi, menjadi kegaiatan yang relevan dengan konteks kekinian, seperti pelatiahan kewirausahaan, literasi digital, literasi keungan, dan literasi filsafat lingkugan.
Menghubungkan Pramuka dengan SDGs
Banyak nilai dalam kegiatan pramuka yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goalls (SDGs). Keselaran itu terdapat pada SDGs poin ke-4 (Pendidikan Berkualitas), poin ke-8 (Pekerjaan Layak), poin ke-13 (Aksi Iklim), dan poin ke-16 (Perdamaian dan Keadilan).
Dari ke empat poin tersebut pramuka dapat bergerak dalam bidang pendidikan non-formal yang membentuk keterampilah hidup, mendorong kemandirian ekonomi melalui keterampilan praktis, mengajak anggota terlibat dalam aksi lingkungan dan anti-intoleransi, Dengan fokus pada empat poin SDGs itu, pramuka bisa berkontribusi tidak hanya di kancah nasional saja, tetapi juga bisa berkontibusi nyata di panggung global.
Relevansi Pramuka di Dunia Digital
Generasi saat ini, generasi Z dan Alpha hidup di dua dunia sekaligus—offline dan online. Menurut data asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2024) mencatat penetrasi internet Indonesia mencapai 79,5% populasi. Maksudnya adalah pembinaan generasi muda tak bisa lepas dari ekosistem digital. Seperti kata Najwa Shihah “kalau ingin berbicara pada generasi muda, masuklah ke ruang yang mereka huni”.
Pramuka harus beradaptasi dengan perubahan zaman. Pramuka bisa memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan kegiatan secara online, misalnya lomba pioneering disiarkan secara daring, kampanye linkungan dibuat konten kreatif di media sosial, dan pelatihan keterampilan di akses melalui platform digital. Langkah ini membuat pramuka tetap keren dan diminati oleh generasi muda.
Dengan demikian, Hari Pramuka bukan hanya sebatas seremonial saja, tetapi refleksi—apakah kita sudah menyiapkan generasi yang unggul untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Tantangan yang variatif, baik dari manusia, mesin, bahkan artificial intelegent. Maka tunas muda harus dibentuk menjadi pemimpin, baik memipimpin diri sendiri maupun kelompok yang bisa menjaga integritas, peduli lingkungan, dan mengutamakan kepentingan bangsa.
Seperti perkataan Baden Powell, dimasa akhirnya ia berpesan “Leave this world a little better than you found it”. Meninggalkan dunia yang kecil ini lebih baik daripada menemukannya. Dengan demikian, meninggalkan Indoensia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera pada tahun 2024 adalah tindakan filosofis dan ideologis bangsa Indoensia.